Materi Bahan Ajar - Perlawanan Pangeran Antasari terhadap Penjajah Belanda - Mulai abad ke-17, VOC telah melakukan hubungan dagang dengan rakyat Banjarmasin. Antara lain jual beli rotan, intan, emas dan lada. Bahkan, pada saat Sultan Rahmatullah berkuasa, VOC diberi izin mendirikan kantor dagang. Namun, ketika VOC menerapkan sistem monopoli, rakyat Banjarmasin melakukan reaksi penolakan. Akhirnya, VOC menyingkir dari Banjarmasin.
Sultan Tahmiditillah II bersengketa dengan Pangeran Amir, lalu Belanda mengambil kesempatan. Belanda memihak kepada Sultan Tahmiditillah II, Pangeran Amir berhasil ditangkap dan diasingkan ke Sailan. Berkat bantuannya itu, Belanda mendapat daerah Pagatan, Pasir, Kotawaringin, dan lainnya. Akhirnya, Banjar dikuasai Belanda sejak tahun 1636.
Pada tahun 1816, Belanda menerima kembali kekuasannya dari Inggris. Dengan segera Belanda mengadakan perjanjian dengan kerajaankerajaan yang ada di wilayah Nusantara termasuk dengan Kesultanan Banjar. Pada saat itu, Kesultanan Banjar dipegang oleh Sultan Adam (1825-1857).
Pada tahun 1826, Belanda berhasil menguasai Kesultanan Banjar. Oleh karena itu, Pangeran Antasari meninggalkan keraton (pasirapan). Kemudian beliau hidup di pedesaan bersama-sama rakyat biasa. Jadi, beliau mengetahui benar penderitaan rakyat. Pangeran Antasari adalah putra dari Pangeran Mashud dan cucu dari Pangeran Amir.
Pada masa berkuasa, Sultan Adam telah mengangkat Pangeran Abdurakhman sebagai putra mahkota. Akan tetapi, pada tahun 1852 Pangeran Abdurakhman wafat dan meninggalkan 2 orang putra, yaitu Pangeran Tamjidillah dan Pangeran Hidayat.
Pada tahun 1857, Sultan Adam meninggal dunia. Di dalam surat wasiatnya beliau menyatakan bahwa yang akan menggantikannya adalah Pangeran Hidayat. Pihak Belanda melalui residennya yang bernama Van Hengst tidak setuju. Belanda lebih menyukai Pangeran Tamjidillah untuk menjadi sultan Banjar. Pangeran Tamjidillah sendiri tidak disukai oleh rakyat karena tidak taat beragama, suka hidup berfoya-foya dan sangat dekat dengan Belanda.
Pada bulan April 1859, pasukan Pangeran Antasari menyerang pospos Belanda. Perlawanan rakyat bergelora dan meluas kemana-mana. Benteng Belanda di Pangaron digempur, kemudian menguasai Muning dan Martapura. Beliau dibantu oleh Surapati, Kiai Demang Leman, Kiai Adipati Mangkunegara, Kiai Sultan Kara, Kiai Langlang, Haji Masrum, Haji Bayusin, Tumanggung Singapati dan Cakrawati.
Taktik perangnya adalah siasat gerilya. Tumanggung Surapati berhasil membakar kapal Belanda, yaitu Onrust di Sungai Barito. Pangeran Hidayat kemudian bergabung melawan Belanda. Mengetahui kejadian itu, Belanda segera menghapuskan Kesultanan Banjar pada tanggal 11 Juni 1860. Sambil terus melakukan penekanan, Belanda juga membujuk Pangeran Hidayat untuk berunding. Akhirnya, Pangeran Hidayat ditangkap dan diasingkan ke Cianjur Jawa Barat.
Pangeran Antasari terus melakukan perlawanan, harapan rakyat Banjar untuk mengangkat Pangeran Hidayat menjadi Sultan sudah hilang. Untuk itu, rakyat mengangkat Pangeran Antasari untuk menggantikannya. Ia pun memperoleh gelar Panembahan Amiruddin Khalifat ul Mu’minin sebagai pengganti Sultan Adam.
Walaupun sudah diangkat menjadi sultan, Pangeran Antasari tidak mau berdiam diri di keraton. Beliau memilih tinggal di benteng-benteng atau markas-markas pertahanan di dalam hutan belantara. Beliau terus berjuang walaupun usianya semakin tua. Pada tanggal 11 Oktober 1862, Pangeran Antasari wafat di Hulu Teweh (Kalimantan Selatan).
Perlawanan rakyat Banjar terus berkobar. Walaupun akhirnya Belanda dapat menangkap beberapa pemimpin pasukan Pangeran Antasari yang bermarkas di gua-gua, yaitu Kiai Demang Leman dan Tumanggung Aria Pati. Tahun 1866, Haji Buyasin gugur di medan perang. Sementara Kiai Demang Leman digantung Belanda. Putra-putra Pangeran Antasari melanjutkan perjuangan ayahandanya, antara lain Sultan Seman hingga meninggalnya pada tahun 1905.