Sebutkan Peran KH Agus Salim dalam Persiapan Proklamasi Kemerdekaan RI! - K.H. Agus Salim lahir di kota Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat pada tanggal 8 Oktober 1884. Ia seorang yang sangat cerdas dengan penguasaan bahasa asing yang sangat luar biasa. Ia menguasai enam bahasa asing, yaitu bahasa Prancis, Inggris, Jerman, Jepang, Turki, dan Arab.
K.H. Agus Salim pernah menjadi Ketua Partai Sarekat Islam Indonesia tahun 1929. Ia bersama Semaun mendirikan Persatuan Pergerakan Buruh pada tahun 1919. Mereka gigih menuntut kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda agar membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Volskraad).
Menjelang Proklamasi Kemerdekaan, K.H. Agus Salim termasuk salah satu anggota Panitia Sembilan dalam BPUPKI. Ketika masa Kemerdekaan, K.H Agus Salim dipercaya menjadi Menteri Dalam Negeri pada Kabinet Syahrir I dan II. Beliau juga pernah ditunjuk sebagai Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Hatta.
Perjuangan K.H. Agus Salim di dalam negeri maupun luar negeri sangat luar biasa. Ia meninggal pada tanggal 4 November 1954 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pada tahun 1961 pemerintah Indonesia mengangkat K.H. Agus Salim sebagai Pahlawan Pergerakan Nasional.
Pada tahun 1915, K.H. Agus Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto.
Berikut ini peran K.H. Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI:
- anggota Volksraad (1921-1924)
- anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945
- Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947
- pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama Mesir pada tahun 1947
- Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947
- Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949
Di antara tahun 1946-1950 ia laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik Indonesia, sehingga kerap kali digelari "Orang Tua Besar" (The Grand Old Man). Ia pun pernah menjabat Menteri Luar Negeri RI pada kabinet Presidentil dan pada tahun 1950 sampai akhir hayatnya dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri.
Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan PWI. Biarpun penanya tajam dan kritikannya pedas namun Haji Agus Salim dikenal masih menghormati batas-batas dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik.
Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia mengarang buku dengan judul Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? yang lalu diperbaiki menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal.
Ia meninggal dunia pada 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Namanya kini diabadikan untuk stadion sepak bola di Padang.